Dolar AS Menguat Tak Dongkrak Kinerja Ekspor RI
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat neraca perdagangan April 2018 defisit US$ 1,63 miliar. Ekspor tercatat US$ 14,47 miliar, sementara impornya US$ 16,09 miliar.
Di saat bersamaan, nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) menguat terhadap rupiah. Dalam situasi ini seharusnya ekspor Indonesia bisa meningkat, tapi yang terjadi malah defisit.
Apa penjelasan Menteri Koordinator Perekonomian Darmin Nasution terhadap kondisi tersebut?
"Itu dampak berikutnya. Soal sebab-akibat itu ada urutannya. Kalau nanti dolarnya menguat itu dalam waktu-waktu berikutnya akan ada dorongan pertumbuhan ekspor membaik gitu. Tapi ini mulainya adalah dolarnya menguat dulu, baru kemudian setelah itu ada dampaknya terhadap ekspor," terang Darmin di Kementerian Koordinator Perekonomian, Jakarta, Selasa (22/5/2018).
Darmin mengatakan pemerintah terus mendorong ekspor di tengah penguatan dolar AS.
"Lebih kepada upaya mendorong, karena kalau impor itu walaupun di dalamnya dia adalah barang konsumsi, tapi sebagian terbesar itu adalah bahan baku, dan barang modal. Sehingga yang betul adalah bukan impornya yang dihambat ke ekspornya," kata Darmin.
Sebelumnya Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan penguatan nilai tukar dolar AS terhadap rupiah bisa membuat ekspor lebih kompetitif.
"Seharusnya bisa menjadi momen yang bagus. Namun saat ini struktur ekspor Indonesia paling besar masih tergantung pada komoditas," kata Suhariyanto dalam konferensi pers di Gedung BPS, Jakarta, Selasa (15/5/2018).
"Secara teoritis harusnya akan meningkatkan ekspor, atau kita lihat lah beberapa bulan ke depan," terang Suhariyanto.
Suhariyanto menambahkan, butuh perbaikan agar Indonesia tidak tergantung ekspor komoditas, karena akan terpengaruh pasar dan harga. Lebih bagus kalau ekspor produk bernilai tambah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.